Apakah pendidikan ada pengaruhnya terhadap pembangunan sebuah bangsa? Riset menyampaikan hasil yang berbeda-beda. Satu sisi menunjukkan hasil yang signifikan, disisi lain ada juga penelitian yang mendapati pendidikan tidak berpengaruh secara langsung terhadap agenda pembangunan. Bahkan dalam teori pertumbuhan ekonomi di periode klasik, pendidikan tidak dianggap sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses pembangunan. Teori ekonomi klasik pada awalnya hanya menyebut modal dan labor sebagai faktor dominan tidak dengan pendidikan.
Baru setelah teori pertumbuhan ekonomi yang diperkenalkan oleh Robert Solow pendidikan mulai diperhitungkan karena ia mulai menghitung teknologi sebagai salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Peran penting pendidikan sejatinya lebih terlihat lagi saat Paul Romer, yang tahun 2018 kemarin menerima hadiah nobel ekonomi menguntrodusir inovasi dan ide sebagai salah satu faktor yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi. Romer memperkenalkan dan menggunakan teori opportunity cost dan eksternalitas yang dipinjam dari teori-teori mikroekonomi, sebagai tambahan dari model Solow yang lebih dahulu populer.
Menurut teori Romer, secara sederhananya investasi dalam pendidikan dan perbaikan sumber daya manusia memang tidak akan secara langsung berdampak pada pembangunan, namun efek positifnya akan membuat situasi kondusif yang menguntungkan untuk pertumbuhan yang lebih berkelanjutan (eksternalitas positif). Salah satunya adalah dengan pendidikan maka masyarakat akan memiliki peluang memiliki tenaga kerja yang lebih terlatiih, hukum yang lebih tegak adil, pemerintah yang lebih berfungsi dan hal lain yang mewakili kualitas hidup yang lebih baik karena memiliki SDM yang lebih berkualitas pula.
Namun saya sedang tidak ingin lebih jauh membahas salah satu tonggak penting dalam diskusi soal perkembangan teori ekonomi pembangunan, tiga paragraf diatas hanyalah pengantar untuk share salah satu keterlibatan saya di semester pertama di Ohio University dulu. Saya diwawancara sebagai mahasiswa baru soal pengalaman menjadi mahasisa muslim di AS terkait persepsi di media dan pengalaman menjalankan ajaran islam disini. Namun masih relevan dengan tiga paragraf di atas bahwa salah satu efek dari pendidikan adalah kualitas masyarakat yang lebih terbuka, inklusif dan toleran.
Seperti akan ditemukan dalam video di bawah ini, paska kejadian serangan 11 September 2011, umat Islam di AS dan juga mungkin di belahan dunia lain di dunia Barat mengalami tantangan yang luar biasa karena framing islam dengan kekerasan atau teror. Waktu saya ikut pertukaran pemuda ke Australia, suasana batin dan tantangan serupa juga di alami di negeri Kangguru, hingga sempat ada satu kejadian sebuah mesjid dibakar gara-gara merebaknya Islamophobia. Di AS, sebetulnya bisa jadi bisa juga ditemukan pengalaman islamophobia terutama di daerah pelosok yang masyarakatnya masih tertutup.
Namun pengalaman genting seperti itu, saya bisa pastikan akan sangat minim sekali anda rasakan jika hidup di college town, atau daerah urban yang multikultural dengan tingkat pendidikan dan budaya yang bermacam-macam seperti di daerah kampus. Masyarakat yang relatif lebih berpendidikan lebih siap untuk berinteraksi dengan keragaman dan menerima dan siap mempelajari kekayaan budaya yang berbeda. Bukankah itu agak nyambung dengan teorinya Paul Romer soal eksternalitas positif pendidikan bukan?
Dalam beberapa segmen dan bagian, kesan itu bisa ditangkap dalam video berikut ini. Sekedar berbagi, semoga menambah perspektif. Juga karena ada saya di dalamnya hehehe.
Semoga bermanfaat..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment
Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung