Pesan Buat Sang Nahkoda
Jika ada yang menganggap ratusan ribu orang turun ke jalan hanya karena nasi bungkus, uang transport atau ada yang menggerakkan, mungkin ia sedang membohongi diri sendiri atau orang lain.
Naif sekali!!!
Laksana seorang penggembala yang berkata langit cerah hujan takkan turun, padahal langit sudah mendung dan gemerlap halilintar sudah mulai menggelegar dan menyambar.
Mungkin ada para penumpang gelap yang mencoba menunggangi nestapa umat. Tapi mereka itu hanya teri yang mencoba mengubah arah deburan ombak. Sama sekali tidak signifikan. Para penumpang gelap itu sama sekali bukan gelombang yang bisa menghempaskan kapal berlayar besar.
Maka sudah semestinya sang Nahkoda tidak panik. Ia tidak semestinya bercita-cita meredam gelombang dan mencegah pasang. Sebaiknya ia menyelami sisi tenang dari gelombang pasang ini. Jika ia punya cukup kebijaksanaan, niscaya Ilmu melaut yang harus diikuti, berlayarlah sesuai hati nurani. Tetap tenang tidak usah panik. Mungkin berefleksi kemana arah biduk akan dituju, mengingat kembali titik tujuan awal bisa lebih baik. Nawa Cita yang didamba menguhkan komitmen, penguasa seharusnya tidak absen, selalu ada bagi rakyatnya. Niscaya bahtera tidak akan karam di buritan.
Tidak usah pula menuduh cenayang dan perompak yang mengancam akan menenggelamkan biduk. Para bandit itu bukan sebab dan penggerak gelombang badai ini. Bukan sama sekali.
Selain fokus pada kemudi dan tidak melawan arus. Mungkin sudah saatnya nahkoda membuang beban. Tidak perlu sayang dengan kail dan jaring yang sudah rusak, jika ia bisa jadi petaka yang merusak perjalanan utama, sudah buang sajalah!! Tidak usah dibela dan terlalu dipuja. Toh semakin hari banyak kail dan jaring yang bagus. Cukup percaya saja sama akal sehat orang banyak.
Tetap tenang nahkoda, ikuti nurani. Jika itu yang ditempuh maka Ia bisa bertahan hingga cuaca kembali cerah dan bisa selamat sampai ketepian.
Tunduh hehehehe
Post a Comment
Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung