Akibat Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga
Ungkapan ini sangat cocok menggambarkan kasus penistaan agama dan demo damai yang digelar pada 4 November ini. Akibat Basuki Tjahya Purnama yang tidak ragu mengusik hal-hal sensitif jadi rame dengan sebagian besar umat Islam. Padahal Ketua MPR menyampaikan data bahwa sudah berkali-kali pilkada digelar aman saja. Sudah banyak non-muslim yang ambil bagian dalam pilkada juga biasa saja, bahkan ada yang terpilih jadi gubernur, walikota atau bupati, tapi kenapa baru kali ini heboh seheboh-hebohnya Pilkada di DKI Jakarta.
Penyebabnya apalagi kalo bukan gaya dan karakter Pak Ahok yang tidak bisa diterima banyak orang. Banyak orang yang kontra dengan petahana, bukan karena ras dan suku, tapi karena gaya kepemimpinan yang terkesan arogan dan pongah. Ahok menyinggung banyak pihak, dari umat islam, profesi dokter, DPRD, pimpinan parpol dan banyak lagi. Sebagian menunjukkan citra bahwa ia berani dan pemimpin yang nothing to lose, tapi banyak kasus lainyya yang menunjukkan ia adalah pemimpin yang tidak bijaksana dan dalam taraf tertentu, kurang beretika. Resistensi terhadap ahok meluas. Akhirnya pilkada yang adem-adem saja, jadi luar biasa di Jakarta untuk kali ini.
Begitupula dengan aksi demo 4 Nopember kali ini. Dari pagi sampai maghrib segala yang dikhawatirkan tidak terbukti. Mereka yang kontra selalu memberikan gambaran bahwa aksi ini adalah ancaman bagi persatuan bangsa, ancaman bagi NKRI. Bahkan lebih jauh banyak yang mencitrakan, demo 4 Nopember adalah momentum kebangkitan gerakan radikal di Indonesia, membesarnya kelompok ISIS dan kaum ekstrimis. Jika dibiarkan NKRI akan terancam.
Namun toh nyatanya demo berjalan damai dan aman. Bahkan sampah yang biasanya selalu berserak di jalanan setelah demonstrasi, kali ini jalanan bersih dari sampah. Relawan pendemo dengan tertib membersihkan. Hingga maghrib, demo 4 Nopember ini bisa dibilang demo teladan dan layak dapat penghargaan. Karena meski beratus ribu orang berkumpul tapi mereka tertib danbergembira, meski isu yang dibahas sangat sensitif.
Namun di bagian akhir ternyata terjadi keurusuhan, akibat sekelompok kecil orang yang tidak puas karena tuntutannya untuk bertemu presiden tidak dikabulkan. Entah ini provokator atau kelompok massa yang tidak terkoordinir. Kemarahan massa juga dipicu karena tahu bahwa presiden ada di Jakarta dan memilih untuk melaksanakan kegiatan lain.
Kalo persiden ada tamu negara atau ada agenda ke luar kota mungkin bisa 'sedikit' dipahami, meski itu juga berarti presiden menganggap peserta aksi tidak berarti. Hal ini lebih menyakitkan karena Jokowi selama ini dikenal sebagai presiden yang dekat dengan rakyat. Jokowi adalah 'Kita'! katanya. Bahkwan setelah pelantikan, istana presiden yang sakral jadi tempat tumpah ruah rakyat yang berpesta merayakan pelantikan presiden yang merakyat. Jokowi adalah presiden "Blusukan", sebuah trademark bahwa Jokowi adalah presiden yang mudah ditemui, yang bikin paspampres kesulitan menjaga orang terpenting di negeri ini.
Tapi hari ini, Jokowi tidak 'ma' menemui massa yang sudah bersabar menahan kegundahan mereka. Bahkan Pak Presiden sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan untuk merespon aksi massa 'baik-baik' inipun. Rakyat yang demo Kecewa, sampai ada mobil yang dibakar juga.
Namun besok mungkin beberapa media, terlebih bagi para buzzer dan netizen yang kontra terhadap aksi demo hari ini, akan lupa dengan demo damai yang sudah terjadi seharian. Yang akan diangkat dan terus diputar adalah bagian rusuh di akhir unjuk rasa. Selain karena 'Bad News is Good News" dan menaikkan rating, tapi mungkin itu frame yang menjadi favorit.
Akibat nila setitik jadi rame se-negara ...
Post a Comment
Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung