KBR, Jakarta- Angka
konsumsi produk tembakau di Indonesia terus meningkat. Data menunjukkan,
pada 1970 terdapat 30 miliar batang, sementara hingga 2014 lalu
melonjak menjadi 360 miliar batang. Tapi, Koalisi Masyarakat Sipil
Indonesia untuk Pengendalian Tembakau menyayangkan data tersebut,
berbanding terbalik dengan data kesejahteraan petani tembakau—yang
memiliki andil dalam meningkatkan produksi tembakau dalam negeri.
Sekretaris Jenderal koalisi tersebut, Deni Wahyudi Kurniawan
memaparkan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan penghasilan petani
tembakau di Indonesia masih di bawah upah minimum regional (UMR).
Sehingga keuntungan dari tembakau dan produknya, nyaris seluruhnya
dinikmati oleh pemodal; mulai dari tengkulak, pemilik gudang, industri
rokok, hingga sampai ke jaringan pemasarannya.
“Buruknya tingkat kesejahteraan petani tembakau dipicu oleh tata
niaga yang meminggirkan petani. Mereka kerap menghadapi berbagai bentuk
kesewenang-wenangan pihak industri. Di sisi lain, kebijakan impor
tembakau juga memiliki andil dalam menambah kesengsaraan petani tembakau
yang notabene kerap berhadapan dengan tembakau dari luar negeri,” tutur
Deni dalam peluncuran buku "Petani Tembakau Indonesia: Sebuah Paradoks
Kehidupan dan Diseminasi Hasil Penelitian," di Jakarta, Selasa (26/5).
Untuk itu lanjutnya, diperlukan kemauan politik dari seluruh
perangkat pemerintahan dan pembangunan untuk mengakhiri praktek
kesewenang-wenangan dalam tata niaga tembakau yang selama ini dianggap
menyengsarakan para petani.
Meski begitu Deni juga menjelaskan, belum ada kata terlambat untuk
mencarikan solusi yang bersifat win-win solution. Solusi tersebut antara
lain; Pertama, petani tembakau harus dibuktikan pemahamannya, didorong
dan didukung untuk beralih ke usaha lain. Kedua, bagi petani yang masih
ingin bertahan di sector tembakau, maka diwajibkan untuk meningkatkan
kualitas dan produktifitasnya. Harga yang diterima petani harus semakin
baik. Jadikan tembakau memiliki nilai lebih dengan misalnya tembakau
khsusus untuk kebutuhan tertentu. Ketiga, perlu diusahakan pemanfaatan
tembakau non rokok yang lebih besar, misalnya sebagai pestisida organic
yang ramah lingkungan. Kuncinya adalah mendorong investasi di bidang
ini.
“Apabila ketiga hal tersebut dapat dilakukan, maka kesulitan yang dialami petani secara berangsur-angsur akan hilang,” tegasnya.
Apa yang dipaparkan Deni juga diamini oleh Menteri Pertanian, Amran
Sulaiman. Ia menjelaskan, saat ini tembakau Indonesia menyumbang sekitar
34 persen kebutuhan pasar tembakau dunia. Beberapa jenis tembakau yang
masih bertahan sebagai ikon tembakau Indonesia semisal Tembakau Deli,
Voorstenlands, dan Tembakau Besuki Na-Oogst, justru memiliki kontribusi
sekitar 62 persen dari total ekspor Indonesia di pasar internasional.
“Namun perlu juga disadari dalam perjalanannya, pertembakauan
Indonesia semakin suram dan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
nilai per satuan impor lebih kecil dibanding ekspor. Neraca perdagangan
terus deficit dengan nilai yang semakin besar. Pada tahun 2012, nilainya
mencapai sekitar Rp. 5,6 triliun,” paparnya.
Karenanya lanjut dia, perlu ada evaluasi terhadap impor tembakau dan
upaya peningkatan produksi dan produktivitas tembakau. Hal tersebut kata
Amran, diyakini bakal berdampak meningkatnya kesejahteraan petani
tembakau.
Menteri Amran juga mencatat beberapa aspek yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani tembakau. Beberapa aspek itu
diantaranya:
- Kebijakan produksi. Dalam rangka menyeimbangkan antara produksi dan kebutuhan. Bagi jenis tembakau tertentu yang pasarnya sudah jenuh, pengembangannya dibatasi. Sementara itu, yang pasarnya masih tersedia pengembangannya dipacu agar dapat mengurangi impor.
- Kebijakan perluasan diarahkan ke daerah spesifik lokasi yang diminati pabrik rokok dan pasar ekspor serta diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu.
- Kebijakan Teknologi. Pengembangan teknologi spesifik lokasi dengan dukungan penelitian yang intensif.
Ia juga menegaskan, tembakau dan hasil olahannya memang memiliki
pendapatan yang besar bagi negara. Namun di sisi lain, tuntutan hidup
sehat menyusul pengendalian rokok yang pasti berdampak terhadap petani
tembakau, tentunya juga perlu diantisipasi dalam sebuah perencanaan yang
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. "Untuk itu, ini menjadi
pekerjaan rumah bagi seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan
persoalan tembakau. Kita harus mencarikan solusi yang tepat, baik itu
bagi industri tembakau maupun petaninya," tutupnya.
Editor: Dimas Rizky
Editor: Dimas Rizky
Post a Comment
Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung