Oke kalo anda baca posting ini berarti sudah masuk masa akhir keberadaan Fulbrighters di tanah air. Pada fase ini penerima beasiswa sudah siap berangkat ke AS tinggal ke bandara saja. Karena visa sudah ada, kampus sudah jelas, mungkin ada yang sudah punya housing dan tentunya tiket juga sudah di tangan.
Ada beberapa hal yang akan saya share disini:
- Persiapan keberangkatan ke AS
- Program Orientasi di AS
- Petualangan pertama di Negeri Paman Sam
Oke kita bahas satu persatu secara singkat saja, untuk beberapa hal yang penting. Tapi karena itemnya banyak mungkin sedikit panjang.
Berangkat Ke AS
Setiap grantee Fulbrighters akan diuruskan tiketnya oleh petugas AMINEF, kecuali mereka yang dapat grant Fulbright-Dikti yang tiketnya dirurus khusus oleh Kemenristekdikti. Petugas Aminef namanya pak Wahyudi, dia akan sangat sibuk karena mengurus banyak sekali tiket. Ada baiknya kita memberitahukan keberangkatan (sesuai term agreement) secepat mungkin dan membantu mencarikan penerbangannya. Penerbangan biasanya melalui airlines AS (American Airlines, Delta atau United). Serta tiket baru diisued setelah ada kepastian visa.
Setiap grantee Fulbrighters akan diuruskan tiketnya oleh petugas AMINEF, kecuali mereka yang dapat grant Fulbright-Dikti yang tiketnya dirurus khusus oleh Kemenristekdikti. Petugas Aminef namanya pak Wahyudi, dia akan sangat sibuk karena mengurus banyak sekali tiket. Ada baiknya kita memberitahukan keberangkatan (sesuai term agreement) secepat mungkin dan membantu mencarikan penerbangannya. Penerbangan biasanya melalui airlines AS (American Airlines, Delta atau United). Serta tiket baru diisued setelah ada kepastian visa.
Kita juga harus mempersiapkan keberangkatan jauh-jauh hari. Tentu yang paling utama kita siapkan adalah pakaian untuk dibawa jalan jauh-jauh hari. Untuk perlengkapan yang perlu dibawa biasanya adalah adaptor listrik karena sistem perlistrikan disini beda. AS memakai socket listrik 2 pin yang kecil. Kalo banyak bawa barang elektronik pertimbangkan untuk bawa/beli lebih dari satu converter, atau bawa satu konverter tapi kabel rol untu terminal. Karena cari disini adaptornya belum tentu ketemu.
Begitu pula dengan makanan, saya bawa saos pedas dan kecap karena dua hal itu jarang ditemukan di AS. Begitupula apa gadget atau barang elektronik yang ingin dibawa. Satu lagi bawa obat-obatan ringan yang bisa dipakai untuk sakit ringan, misalnya obat sakit perut, sakit kepala, batuk, masuk angin atau suplemen.
Namun soal bawa barang kuga juga harus perhatikan beratnya. Airlines AS hanya menggratiskan 2 koper untuk dimasukkan bagasi dengan berat masing-masing tidak lebih dari 23 kg. Lebih dari itu maka kita akan kena penalti karena excess baggage (kelebihan bagasi), dan bayarnya lumayan mahal. Jadi jangan kalap, bawa yang benar-benar dibutuhkan dan memang susah didapat di AS.
Untuk diperjalanan pake pakaian casual saja. Bawa bantal khusus buat di pesawat, karena untuk kelas ekonomi ga bisa seenaknya diturunkan ke belakang. Boleh bawa buku untuk dibaca selama perjalanan. Soal hiburan, nyaris semua airlines yang melayani penerbangan antar benua/jarak jauh biasanya dilengkapi dengan inflight entertainment system. Kita bisa nonton berpuluh film, video atau mendengarkan musik selama perjalanan. Jangan khawatir nggak dapat hiburan selama perjalanan udara 18-24 jam nanti itu.
So relaks aja dan nikmati perjalanan...
Adaptasi di Benua Baru
Setelah perjalanan yang cukup panjang nyaris sehari semalam (24jam), kita akhirnya sampai di AS. Perjalanan ini secara literal memang mengarungi setengah putaran bumi. Karena kalo dilihat di bola dunia, Indonesia sekiranya tepat di belahan dunia lain dari AS. Perbedaan waktu yang nyaris 12 jam membuat kita memulai hari lebih lambat di AS dibanding di Indonesia. So bersiaplah jika jam biologis kita agak bingung. Kita akan mengalami penat terbang (jetlag). Secara fisik tentu mesti siap dengan kondisi ini.
Setelah perjalanan yang cukup panjang nyaris sehari semalam (24jam), kita akhirnya sampai di AS. Perjalanan ini secara literal memang mengarungi setengah putaran bumi. Karena kalo dilihat di bola dunia, Indonesia sekiranya tepat di belahan dunia lain dari AS. Perbedaan waktu yang nyaris 12 jam membuat kita memulai hari lebih lambat di AS dibanding di Indonesia. So bersiaplah jika jam biologis kita agak bingung. Kita akan mengalami penat terbang (jetlag). Secara fisik tentu mesti siap dengan kondisi ini.
Secara psikis tentu juga kita akan mengalami gegar budaya (cultural shock). Juga karena mungkin terpisah dengan keluarga dan teman-teman di Indonesia. Ini juga dipengaruhi karena perbedaan setting budaya antara AS dan Indonesia. Rasa rindu rumah, rindu makanan pedas, rindu 'kebebasan' khas Indonesia dan banyak hal. Lha disinilah letak dari pembelajaran budayanya, pertukaran budaya nya itu.
Belum lagi kita akan menghadapi tantangan akademis yang berbeda dari negara kita. Saya belum bisa menulis banyak soal ini, lain kali disambung di tulisan lain. Stay tune....
Gateway Orientation atau Pre Academic
Nah berangkat ke AS belum tentu kita akan langsung menuju kota tempat kampus kita berada. Fulbright akan mendaftarkan kita ke program orientasi dan persiapan di AS. Nama programnya Gateway Orientation (GO) dan Pre-Academic Training (PAT). Pada dasarnya semua orang akan mengikuti orientasi yang waktunya sekira 3-4 hari untuk pengenalan awal. Tapi bagi mereka yang bahasa inggrisnya (Skor TOEFL IBT) kurang dari 100 maka akan mendapatkan orientasi plus pelatihan bahasa intensif yang disebut PAT tadi.
Saya sebetulnya harus ikut PAT ke George Mason University karena skor kurang dari 100. Namun waktu itu istri saya sedang hamil tua si kembar, sehingga saya minta tidak ikut PAT karena waktu keberangkatan dekat dengan HPL istri saya. Nyaris tidak bisa ikut, akhirnya saya bisa ikut GO di Northern Illinois University (NIU).
Di NIU kami ikut GO bersama 60 Fulbrighters lain dari 40 negara. Materi yang didapat sebetulnya tidak beda jauh dengan PDO di Indonesia, namun isinya lebih dalam karena pemateri dari akademisi di AS langsung. Ditambah lagi dalam GO, kita juga berkesempatan jalan-jalan melihat kota besar di AS. Beruntung angkatan saya bisa ke trip Chicago dan sempat ke Millenium Park, ikut Chicago Architecture Tour dan main ke 360 observation deck.
Soal kunjungan-kunjungan itu nanti saya video nya ya.
Namun yang pasti bahwa GO ini membuat kita lebih familiar dengan kehidupan di AS sebelum nanti kita tenggelam dalam berbagai tugas perkuliahan. GO juga memberi kesempatan untuk memperluas jaringan internasional yang bisa bermanfaat bagi masa depan.
Take Away dari GO
Banyak hal yang didapatkan dari sesi-sesi di GO. Ada yang bersifat teknis penjelasan hak dan kewajiban penerima beasiswa serta peraturan-peraturan yang relevan dengan hak mahasiswa serta beberapa insight soal leadership dan academic culture. Saya akan bahas yang utama saja.
Banyak hal yang didapatkan dari sesi-sesi di GO. Ada yang bersifat teknis penjelasan hak dan kewajiban penerima beasiswa serta peraturan-peraturan yang relevan dengan hak mahasiswa serta beberapa insight soal leadership dan academic culture. Saya akan bahas yang utama saja.
Pesan pertama yang perlu dihigight adalah petuah para senior fulbright bahwa hidup di AS harus berpikiran positif dan terbuka. Akan banyak hal baru yang dihadapi dan tanpa kedua itu mungkin cultural lag yang kita hadapi akan berakhir lebih lama. Kemampuan itu juga penting untuk memperkuat daya adaptasi kita.
Beberapa poin lain yang penting saya share adalah soal kultur Amerika. Bahwa amerika ini negara yang sangat menghormati kesetaraan bisa dilhat dari santainya anak-anak dalam menjalankan aktifitas. Interaksi antara anak muda dengan orang tua santai bahkan bagi kultur lain dianggap kurang sopan. Masuk kelas pake celana pendek hal biasa, murid manggil nama ke guru atau profesor juga nggak apa-apa.
Namun mereka juga sangat menghormati kebebasan berpikir. Mereka juga sangat direct, terus terang tanpa basa basi. Pun juga menghormati waktu. Seorang panitia bilang bagi orang AS, datang tepat masa itu berarti telat, datang lebih awal itu baru tepat waktu.
Ada satu sesi membahas US Academic Culture. Di meja kami Prof. Thurmeier bilang jadi mahasiswa paskasarjana di US harus mandiri dan proaktif. Pastikan tahu apa target pembelajaran, apa yang harus dibaca, bagaimana proses penilaian hingga partisipasi di dalam kelas se aktif mungkin. Jika tidak seperti itu maka akan ketinggalan.
Prof Meier juga berpesan bahwa senabagai mahasiswa harus bisa memberikan argumen yang kuat meski itu bertentangan dengan profesornya. Ia bilang bahwa akademisi AS menganggap profesor itu kerjanya to profess (mengarahkan) tapi lebih to facilitate (mengatur dan merangsang) proses belajar. Professor utama, lanjutnya, adalah buku-buku dan bahan bacaan yang diwajibkan. Maka bagi maahsiswa kerakusan membaca, mencerna, mensintesa, mengkrititisi bahan bacaan adalah skill yang penting banget.
Poin terakhir di sesi itu prof Meier mewanti-wanti soal academic misconduct, terutama soal property rights dan plagiasi. Bagi dunia akademik itu adalah dosa yang tiada ampun. Maka mengutip pendapat akademisi terdahulu, citasi, dan teknik penulisan juga penting di pelajari. Tidak ada copy paste yang bisa luput karena alat dan software sudah canggih mendeteksinya. Halo Indonesia? Sekarang malah musim yang nyontek bukan hanya murid dan mahasiswa tapi juga malah oknum rektor dan guru besar. Ya salaaaam....
Di GO juga ada satu sesi terkait US Politics yang sepertinya juga sangat menarik perhatian peserta. Profesor Politik di NIU memberikan bahasan singkat soal pembagian kekuasaan di AS yang terdiri dari Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pun juga soal sistem pemilu di AS dari mulai bikameralnya dewan antata senat dan house of representative, perdebatan soal electoral college dan masa depan serta isu pemerintahan Donald Trump. Banyak banget kalo dituliskan semuanya, cukup menggambarkan bagaimana negara ini bertahan dan menjalankan roda pemerintahan.
Mungkin kalo mau digarisbawahi bahwa sistem yang ada membuat proses check and balance berjalan begitu kuat. Meski Presiden Donald Trump punya banyak rencana yang mengagetkan dunia, tapi dalam eksekusi banyak yang sulit dilakukan karena eksekutif tidak bisa jalan sendiri tanpa restu dari Legislatif dan tidak melanggar hukum/konstitusi.
Di beberapa sesi terkahir juha dibahas soal pemaknaan leadership. Selama ini banyak orang yang memaknai leadership dengan beban yang terlalu berat dan berjarak, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. Pembicara dari bagian kemahasiswaan NIU menjelaskan dengan baik. Tapi karena postingan ini sudah agak kepanjangan saya share aja video tedx yang dipake dalam presentasinya di bawah ini ya, scroll kebawah bro.
Oke itu saja sharing kita kali ini. Saya masih punya cerita soal mosque tourism di Dekalb dan perjalanan menuju Columbus. Kita ketemu di postingan selanjutnya ya.
Wilujeng tepang.
Wilujeng tepang.
Tulisan lain terkait Beasiswa
- Niat, Rencana dan Aksi
- Dari Cilawu ke Chicago, Pengorbanan Kuliah Di Luar Negeri
- 5 Tips Memburu Beasiswa
- No GRE University
- Yang perlu Diketahui Mahasiswa Baru di Amerika
- Sharing Cara Kirim Uang Dari Amerika ke Indonesia
Proses Seleksi Beasiswa Fulbright
- Fulbright (1) Mengintip 7 Proses Beasiswa; Pengalaman Beasiswa
- Fulbright (2): Sharing Persiapan dan Seleksi Administratif
- Fulbright (3): Sharing Seleksi Wawancara
- Fulbright (4) : Sharing Memilih dan Daftar Kampus di Amerika
- Fulbright (5): Pengalaman Medical Check Up
- Fulbright (6) : Pre Departure Orientation (PDO) dan Aplikasi Visa
- Fulbright 7 : Berangkat dan Gateway Orientation
Post a Comment
Thanks to visit my blog
Terima kasih sudah berkunjung